
Sang Mursyid Tarekat Dipanggilnya "Ayah Guru"
Melakukan i’tikaf / berkhalwat dengan menyendiri, berdiam diri untuk mengingat sang Khaliq, melakukan dzikrullah disuatu tempat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjadi agenda rutin setiap bulannya kelompok Tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah sejak diangkatnya Ayah sebagai pemimpin tarekat oleh nenek guru.
Pelaksanaan kegiatannya pun dilakukan secara bergantian, dari surau yang satu ke surau lainnya, yang ditunjuk oleh sang Mursyid selaku pemimpin tarekat tersebut. Dan pengurus surau ditunjuk sang Mursyid, diijinkan menggelar i’tikaf sesuai jadwal yang dibuat kelompok mereka, dan i’tikaf mereka sebut dengan suluk, sedangkan peserta suluk mereka sebut dengan salik.
Menurut riwayat, pada suluk yang ketiga kalinya inilah, Ayah Guru diberikan ijin mendirikan suluk sendiri oleh Nenek Guru dan kepadanya diceritakan tentang asal muasal Thariqat Naqsyabandiyah yang diterima oleh YMM Nenek Guru dari Maulana Saidi Syekh Husin yang mendampingi Maulana Saidi Syekh Ali Ridho di Jabal Qubaisy Mekkah pada tahun 1918.
Nenek Guru telah menumpahkan seluruh isi dada (ilmu) beliau ke dalam dada Ayahanda Guru, sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW menumpahkan seluruh isi dadanya kepada dada Syaidina Abu Bakar Siddiq r.a. Resmilah Ayahanda Guru menjadi pewaris ilmu Rasulullah sebagai Ahli Silsilah ke-35, yang telah diberitakan dalam hadist Nabi.
Perlu diketahui, panggilan ayah guru dan juga nenek guru ini dimaksudkan oleh Saidi Syekh Kadirun Yahya semata-mata untuk lebih mendekatkan diri beliau kepada murid seperti halnya hubungan sebuah keluarga. Sang guru memanggil muridnya dengan panggilan anak, dan antara sesama ikhwan, untuk yang lebih lama berguru, dilazimkan memangilnya dengan panggilan Abang.
Kembali ke cerita ritual i’tikaf suluk. Sedikitnya sekitar 500-600 orang mengikuti suluk di Surabaya. Mereka banyak berdatangan dari segala penjuru daerah di Jatim, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB yang diarahkan untuk datang ke Surabaya. Sekarang informasi tempat surau-surau yang mengadakan i’tikaf itu sudah bisa diperoleh di website resmi kesurauan Yayasan Prof Dr H Kadirun Yahya, MA.MSc melalui situsnya, www.pancabudi.ac.id
Pelajari Sholat Yang Khusuk Dengan Dzikir
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab: 41-42)
Bagaimana mungkin kita bisa mengingat Allah SWT, padahal Dia Dzat yang maha tidak menyerupai segala sesuatu. Lalu mengapa kita diperintahkan untuk mengingat-Nya? Lalu mengapa pula untuk mengingat Allah SWT kita diperintahkan berdzikir seperti yang tertulis dalam QS. Al Ahzab: 41-42. Untuk menjawab semua pertanyaan yang muncul itu, saya memiliki pengalaman pribadi yang Hak dan Nyata saya rasakan dalam hidup.
Dua belas tahun silam, pertama kalinya saya mengenal ajaran tarekat yang dibawa Saidi Syekh Prof. Dr H Kadirun Yahya, MA.MSc sebagai guru spiritual di Tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah, yang akrab dipanggil dengan “Ayahanda” oleh para ikhwan (sebutan para santri/murid pengamal ajaran Tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah).
Saat itu, saya menilai ajaran itu begitu tertutup dan sangat ekslusif. Pentolan Surau Nurul Amin Surabaya (alm) Drs Toni Lukman Hakim yang akrab dipanggil Bang Toni sewaktu masa hidupnya dengan tegas kepada para ikhwan mengatakan untuk tidak membicarakan secara detail kegiatan yang mereka lakukan di dalam surau. Hal ini dikarenakan kekhawatirannya akan timbul fitnah bila infomasi yang disampaikan dipahami dengan sepotong-sepotong atau bahkan keliru.
Mengutip hadist Rasullulah SAW kepada sahabatnya, Sayidina Ali r.a; “Telah aku wariskan dua ilmu kepadamu, satu untuk kau sebarkan dan satu lagi untuk diri kamu sendiri. Dan apabila ilmu yang untuk diri kamu sendiri itu kau ceritakan dan sebarkan ke semua orang, niscaya akan dipenggal kepalamu”. Itulah gambaran yang diberikan dan ditanamkan kepada seluruh ikhwan tarekat di Naqsahbandiyah Al Qolidiyah untuk tidak mengambil resiko dengan menceritakan sendiri pengalaman ilmu spiritualnya. Karena masing-masing pribadi itu menurut Bang Toni mempunyai pengalaman yang berbeda-beda.
Kalau pun memang ada orang luar yang ingin mengenal lebih dalam ajaran tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah, disarankan oleh para ikhwan yang senior untuk datang ke surau untuk mengikuti kegiatan orientasi yang memang sudah diberikan waktu dan tempatnya. Informasi umum yang hanya boleh disampaikan kepada luar mengenai kegiatan tarekat itu adalah bagaimana caranya berdzikir yang bisa membuat sholat lebih khusuk.
Dengan berdzikir, kita belajar mengingat Allah seperti yang diperintahkan dalam QS. Al Ahzab: 41-42. Satu persatu, ribuan pertanyaan yang pernah muncul dalam otak kita akan terjawab dengan sendirinya tanpa kita harus menanyakannya kepada orang lain, meski itu kyai sekalipun. Bukan bermaksud merendahkan karomah atau kelebihan yang dimiliki oleh kyai, namun untuk segudang pertanyaan yang pernah saya miliki, saya merasakan keterlibatan Allah secara langsung sangat dominan. Dan setelah Allah memberikan jawaban secara langsung melalui peristiwa hidup, keyakinan saya dikuatkan dengan cerita dan pengalaman orang-orang soleh yang menceritakan pengalaman spiritualnya saat mengisi ceramah agama di masjid dan majelis taklim lainnya. Allahu Akbar! Maha besar Allah, dzat yang maha membolak-balikkan hati manusia. Semoga Allah menetapkan hati ini untuk terus berhamba kepada-Nya. Tiada Tuhan selain Allah.

Bangun Pondasi Agama Lewat Dzikir
Ibarat sebuah rumah, sebelum rumah itu berdiri dengan megah dan kokoh diatas tanah, pasti dibuatkan dulu pondasi sebagai langkah awal kita memasang pilar/tiang dan selanjutnya membuat tembok hingga memasang genteng. Begitu pula Agama, sebelum agama yang kita yakini dapat kokoh dan kuat bersemayam dalam hidup kita. Terlebih dulu kita bangun pondasi dalam hati kita dengan berdzikir. Hingga akhirnya kita bisa menegakkan solat sebagai kewajiban muslim. Tentunya dzikir yang saya maksudkan adalah dzikir yang dilakukan dengan pengawasan seorang guru spiritual yang paham tentang ilmu dzikir dan memenuhi syarat secara syari’atnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, semua informasi itu sudah mulai dibuka ke ranah publik. Sejak beroperasinya situs/website tentang yayasan tarekat yang dipimpin Saidi Syekh Kadirun Yahya, semua informasi menjadi jelas. Dalam website tersebut ada informasi tentang kegiatan dan agenda kerja pengurus dan pengikut jamaah tarekat, semua boleh diketahui umum, dengan harapan bisa membuka interaksi agar terbina silaturahmi dan komunikasi terbuka. Informasi tentang kegiatan surau saat ini sangat mudah dicarikan jawabnya dengan melakukan browsing situs internet di www.pancabudi.ac.id
Kita lupakan soal browsing situs internet dan kembali pada kegiatan menyendirinya para santri Tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah dalam I’tikaf / suluk selama 10 hari dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi pesertanya. Kalau ini dilanggar, maka keutamaan dari suluk itu akan hilang dan sirna. Tidak ada yang bisa dirasakan oleh si salik selama mengikuti suluk.
Untuk bisa mengikuti suluk, sebelumnya si salik harus menjalani latihan dengan melakukan dzikir sekurang-kurangnya 3 bulan baik sendiri maupun berjamaah dan sebelum diberikan amalan dzikir itu calon salik juga harus melalui beberapa proses pembaiatan terlebih dulu. Setelah secara rutin mengamalkan amalan yang diberikan oleh sang Mursyid, baru kemudian ikhwan diijinkan mengikuti i’tikaf suluk.
Tidak ada yang berbeda dalam ibadah yang dilakukan peserta suluk. Saat salat wajib berjamaah, mereka juga melakukannya seperti yang dilakukan di masjid/ musolah. Saat puasa juga mereka lakukan seperti halnya muslim, begitupun sedekah dan solat sunnat lainnya juga sama seperti yang dilakukan orang-orang Islam umumnya. Tapi ada satu hal yang tidak ada dan dilaksanakan orang-orang di luar jamaah tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah, yakni berdzikir.
Mereka berdzikir secara berjamaah dan sendiri-sendiri pada waktu-waktu tertentu dengan metoda (cara) tertentu pula. Menurut Bang Toni selaku Ketua Surau Nurul Amin Surabaya, dzikir itu merupakan induk atau pondasi dari segala peramalan ibadah dalam Islam. Dan dengan membiasakan dengan berdzikir, pondasi kita dalam beragama dinilainya akan semakin kuat, sehingga dapat menegakkan sholat sebagai tiang agama dalam Islam. Keyakinan dalam beragama juga akan semakin kokoh dan kuat. “Secara metafisik, hati kita akan peka untuk mengingat Allah SWT,” tutur Bang Toni memberi wejangan kala itu.
Oleh sebab itulah, dalam suluk tarekat Naqsahbandiyah Al Qolidiyah, selain melakukan ibadah wajibnya, sholat lima waktu secara berjamaah, saliik dituntut melakukan dzikir sebanyak-banyaknya sesuai target yang diberikan kepada setiap salik, baik secara sendiri-sendiri maupun berjamaah.
Sedikit Bicara Banyak Beramal
Saat Suluk, selain sholat dan dzikir berjamaah, si salik diminta berdzikir sendiri di dalam sebuah kelambu dengan tujuan agar lebih khusuk dan tercipta suasana yang sakral. Kelambu dari kain putih yang dibuat berukuran +1x1meter dengan tinggi sekitar 1,5 meter. Selain digunakan untuk berdzikir, kelambu juga difungsikan si salik untuk beristirahat atau tidur.
Begitupun saat makan, mereka juga melakukannya secara berjamaah pula. Itu juga dilakukan di ruangan sholat berjamaaah. Dalam ritual I’tikaf itu, para salik dilarang banyak bicara, dan selama mungkin disarankan untuk berada di dalam kelambu, bisa untuk berdzikir ataupun istirahat.
Dalam ritual dzikir, sholat dan makan selama berlangsung suluk, petugas akan melakukan pendampingan dan memberikan arahan sebagai tanda-tanda dimulai atau berakhirnya suatu kegiatan. Rata-rata setiap kegiatan berjamaah yang dilakukan menghabiskan waktu kurang lebih antara 60 - 90 menit/ kegiatan. Kegiatan berjamaah dalam suluk itu antara lain, sholat wajib sebanyak 5 kali, makan 3 kali, dan dzikir 4 kali, yakni setelah sholat Shubuh, Dhuhur, Ashar dan Isya’. Dan sisa waktu yang ada selama sehari itu sebagian besar disarankan untuk berdzikir atau istirahat di dalam kelambu.
Jama’ah yang kini ber-mursyid-kan pada penerus Prof Dr Saidi Syech H. Kadirun Yahya, MSc, yakni YM Abu yang juga putra kandungnya ini, terus berupaya dengan sekuat tenaganya untuk menyatukan diri dengan sifat-sifat Dzat Yang Maha Tinggi melalui ritual dzikirnya dengan harapan mendapatkan ridho Allah SWT. Setelah suluk berakhir, baru si salik mulai merasakan kemenangan yang tak ternilai dan terkira melalui pengalaman-pengalaman spiritualnya selama mengikuti suluk.
Gambaran kebahagiaan itu tersirat dalam raut muka para peserta suluk, dengan raut wajah yang cerah ceria, sumringah sangat jelas terlihat bak telah memenangkan sebuah pertempuran. Mereka pun saling bersalaman, berpelukan kepada sesama peserta suluk.
Dalam obrolan santai mereka, sepintas terdengar kalau mereka saling berbagi cerita tentang pengalaman ritual dzikirnya selama mengikuti suluk, dan hanya mereka yang bisa menilai juga merasakannya. Sangat sulit akal manusia bisa menerima dan menalar ataupun ikut merasakan, selama orang tersebut tidak ikut langsung melakukan ritual yang sama seperti yang dilakukan para penganut tarekat ini. Hal ini mereka gambarkan atau perumpamakan sebagai orang yang belum pernah sama sekali mengenal rasanya manis pada air gula. Demikian perjalanan spiritual saya ini semoga bermanfaat dan mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penyampaian kalimat dan pemberian contoh. Karena saya sangat sadar, begitu minimnya ilmu yang saya miliki tentang ini untuk bisa dijabarkan dengan kata-kata. Namun, semata-mata ini saya lakukan karena keinginan untuk berbagi pengalaman dalam melakukan perjalanan spiritual dan mencari setitik ilmu dalam lautan ilmu Allah yang sangat luas. Semoga Allah meridoi Amin..Amin.. Ya Robbal Alamin.(rif/*)
ampuni kami NEK...diatas hak dan syafaat AYAH kami.., karena kami sadari cinta kami tidak akan sampai kepadaMU kecuali melalui AYAH kami.
BalasHapusTerima kasih sdh berbagi ilmu dan pengalaman.. semoga berkah.. 🤗
BalasHapus